Diduga Sutradara dan Pemain Film ‘Dirty Vote’ Melakukan Fitnah terhadap Prabowo-Gibran dengan Tuduhan Kecurangan Pemilu 2024, Pelaporan oleh DPP Foksi Tepat

Penulis: Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (HASRAT) Sugiyanto

Jakarta, Nusantarapos.co.id – Film dokumenter kontroversial, ‘Dirty Vote,’ disutradarai oleh Dandhy Laksono dan diperankan oleh tiga pemain, Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar. Film ini mengklaim mengungkap kecurangan Rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam proses Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Sayangnya, film ini dirilis saat masa tenang Pemilu 2024, menimbulkan dugaan perbuatan jahat, culas, fitnah, dan propaganda politik terhadap sutradara serta ketiga pemain ‘Dirty Vote.’

Setelah saya melakukan analisis mendalam terhadap film dokumenter kontroversial ‘Dirty Vote,’ dapat disimpulkan terdapat dugaan perbuatan jahat, culas, dan fitnah seta propaganda politik terhadap Calon Presiden (Capres) dan Wakil Presiden (Cawapres) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang diduga melakukan kecurangan pada Pemilu 2024. Dugaan perbuatan jahat, culas, dan fitnah serta propaganda politik ini kuat terarah kepada sutradara dan para pemain film ‘Dirty Vote.’

Kesimpulan ini diperoleh karena meskipun tidak ada pernyataan atau tuduhan langsung kepada Prabowo-Gibran, namun substansi dari Film ‘Dirty Vote’ mengecam rezim pemerintahan Presiden Jokowi yang dituduh melakukan kecurangan dalam proses Pemilu 2024, dengan tujuan akhir diduga agar Capres Prabowo Subianto gagal dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Secara implisit, hal ini dapat diduga setara dengan menuduh Prabowo-Gibran melakukan kecurangan Pemilu 2024.

Pilihan diksi menggunakan kata ‘jahat,’ ‘culas,’ dan ‘fitnah’ serta propaganda politik mungkin sangat tepat untuk menggambarkan dugaan tindakan yang menganggap Prabowo-Gibran sebagai musuh politik yang harus dihabisi agar gagal dalam Pilpres 2024. Kata ‘jahat’ menyiratkan kesan sangat jelek dan buruk, ‘culas’ mencerminkan perilaku yang curang, tidak jujur, dan tidak lurus hati, sementara ‘fitnah’ mengacu pada perkataan bohong yang bertujuan merusak nama baik dan merugikan kehormatan seseorang tanpa dasar kebenaran.

Sementara itu, propaganda memiliki arti sebagai informasi atau ide yang disebarluaskan oleh suatu kelompok, organisasi, atau bahkan pemerintah dengan tujuan memengaruhi pandangan dan perilaku targetnya. Praktik ini dilakukan agar kelompok target, yang merupakan sasaran dari propaganda, melakukan tindakan sesuai dengan keinginan propagandis, yang merupakan orang yang melakukan propaganda. Dalam kontek ini, diduga targetnya agar masyarakat tidak memilih Prabowo-Gibran dan gagal dalam Pilpres 2024.

Alasan lain, tindakan sutradara dan ketiga pemain dalam ‘Dirty Vote’ patut diduga kuat telah melakukan perbuatan jahat, culas, fitnah, dan propaganda politik terhadap Prabowo-Gibran karena dugaan tuduhan bahwa Pemilu 2024 curang tidak realistis. Semua orang menyadari bahwa menilai proses dan atau Pemilu 2024 sebagai curang tidak masuk akal, mengingat pemilu tersebut belum dilaksanakan dan jadwalnya baru akan dilakukan pada 14 Februari 2024. Oleh karena itu, dasar apa yang digunakan untuk menilai Pemilu 2024 curang, sedangkan peristiwa tersebut belum terjadi.

Pada sisi lain, narasi dari ketiga pemainnya, Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar, tidak sejalan dengan inti cerita yang seolah-olah mencitrakan Pemilu 2024 sebagai tidak fair. Isi cerita film ini terasa hanya sebagai rangkaian peristiwa pemilu atau semacam kaleidoskop pemilu, tanpa arah yang jelas. Hal ini berpotensi menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat terhadap mereka, dicurigai sebagai pihak yang memprovokasi dalam ranah politik.

Jika sutradara film dokumenter ‘Dirty Vote,’ Dandhy Laksono, dan ketiga pemainnya, Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar, membantah melakukan perbuatan jahat, culas, fitnah, dan propaganda politik terhadap Prabowo-Gibran, maka muncul pertanyaan, apa maksud dan tujuan menghimbau kepada masyarakat untuk menggunakan film tersebut sebagai alat untuk menghukum Rezim Presiden Jokowi selain keinginan agar Prabowo-Gibran gagal dalam Pilpres 2024? Kemungkinan besar, mereka tidak dapat memberikan jawaban yang jujur, kecuali dengan menggunakan pembenaran berdasarkan kebohongan lain.

Dalam konteks tujuan pembuatan Film Dokumenter, ‘Dirty Vote,’ untuk mengajak masyarakat menghukum Rezim Pemerintahan Presiden Jokowi dengan dugaan kuat tujuan akhir agar Prabowo-Gibran kalah dalam Pilpres 2024, jelas dapat diduga sebagai tindakan perbuatan jahat, culas, dan propaganda politik. Hal ini bisa dianggap sebagai tindakan tidak terpuji dan melanggar hukum, sehingga Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran perlu bersikap tegas. Sebaiknya, pasca-Pilpres 14 Februari 2024 segera mengambil langkah hukum.

Atas hal tersebut diatas, saya mendengar Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi) telah melaporkan 4 orang yang terlibat dalam pembuatan film Dirty Vote ke Manes Polri. Dengan demikian jika pelaporan tersebut benar, maka langkah ini dapat dianggap sebagai tindakan yang tepat.