KemenPPPA Fasilitasi Vaksinasi Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus

Jakarta, Nusantarapos – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) memfasilitasi vaksinasi anak yang membutuhkan perlindungan khusus saat penyelenggaraan vaksin anak bersama dunia usaha di Ancol, Jakarta Utara, 24-25 Juli.

“Percepatan dan perluasan vaksinasi anak sangat mendesak dilakukan sebab kasus anak yang terkonfirmasi Covid-19 cukup tinggi,” kata Deputi Perlindungan Khusus Anak, Kemen PPPA Nahar, Selasa (27/07/2021).

Nahar mengatakan salah satu perhatian Kemen PPPA pada penyelenggaraan vaksinasi anak adalah anak yang membutuhkan perlindungan khusus, termasuk anak yang tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK). Hal itu dimaksudkan untuk menegakkan prinsip pemerataan dan keadilan pada semua anak agar bisa mendapatkan vaksinasi.

Sebanyak 360 anak yang membutuhkan perlindungan khusus mendapatkan vaksinasi selama dua hari penyelenggaraan vaksinasi anak di Ancol melaui program perlindungan khusus kerja sama dengan Kementerian PPPA. Dari jumlah tersebut, sebanyak 328 anak dengan NIK dan ada 32 anak yang mendapat vaksinasi tidak memiliki NIK (Nomor Induk Kependudukan).

Dan secara keseluruh, jumlah anak yang mengikuti vaksinasi di Ancal mencapai 1.932 anak.

Asisten Deputi Bidang Pelayanan Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus Kemen PPPA Robert Sitinjak mengatakan anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus yang mendapat vaksinasi tersebut merupakan anak-anak yang berasal dari Panti Asuhan di Depok, Bogor, Anak Asuhan Dompet Dhuafa, dan Sekolah Darurat Kartini Ibu Kembar di Jakarta Utara.

“Kami mengapresiasi anak-anak yang datang ke Sentra Vaksin Anak di Ancol, dengan tidak memiliki NIK, agar bisa mendapat kemudahan untuk divaksin tanpa diskriminasi, sebab berdasarkan ketentuan dari Surat Edaran Plt. Dirjen P2P Kementerian Kesehatan RI tanggal 30 Juni 2021, bahwa pemberian vaksin anak wajib membawa Kartu Keluarga atau dokumen lain yang mencantumkan NIK Anak,” kata Robert.

Dia menjelaskan, penyelenggaraan vaksinasi pada anak yang tidak memiliki NIK bukan untuk melanggar aturan yang berlaku, akan tetapi semacam diskresi hanya untuk mempercepat anak yang belum memiliki NIK dapat divaksin, sebagai pemenuhan hak anak atas kesehatan, kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28B UUD 1945).

“Pada saat vaksinasi berlangsung, nama anak tidak langsung tercatat dalam sistem vaksinasi nasional. Identitas anak dicatat dan dilampiri dengan KTP/NIK pendamping anak dari Panti Asuhan Anak tersebut. Selanjutnya, NIK anak tersebut harus segera diurus oleh lembaga yang menaunginya, untuk diterbitkan secepatnya oleh Dinas Kependudukan setempat, sehingga nama anak yang divaksin dapat masuk dalam sistem vaksinasi nasional dan dapat diterbitkan Sertifikat Vaksinnya, mempedomani ketentuan yang berlaku,” kata Robert.

Robert juga mendorong agar semua Panti Asuhan Anak segera melakukan pengurusan NIK Anak di Dinas Kependudukan setempat, dengan mencatatkan biodata anak, dengan bukti dokumen anak sesuai ketentuan yang berlaku. Mendapatkan dokumen kependudukan memberikan kepastian hukum bagi anak, sebagai pelayanan administrasi data kependudukan. Anak sebagai generasi penerus bangsa harus mendapat perlindungan dan hak-haknya dipenuhi.

Oleh karena itu, Kemen PPPA sangat mendorong pengurusan NIK kepada anak yang belum memilikinya agar segera dilakukan dan momentum vaksinasi ini dapat sekaligus dimanfaatkan untuk mendorong kepemilikan NIK bagi anak.

Berdasarkan UU Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan anak yang memerlukan perlindungan khusus adalah anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, dan anak terekploitasi. Eksploitasi yang dimaksud mencakup eksploitasi ekonomi dan/atau seksual anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. (*)