DAERAH  

Ditengah Wabah Covid-19, Penjualan Jamu Tradisional di Trenggalek Melonjak

TRENGGALEK, NUSANTARAPOS – Wabah Covid-19 masih belum usai, berbagai upaya pemerintah terus dilakukan untuk penanganan wabah tersebut.

Selain berbagai alat kesehatan (alkes) digunakan untuk pencegahan, masyarakat juga berupaya menjaga imun tubuh dengan minuman racikan tradisional.

Seperti yang terjadi di Trengggalek, salah satu produsen jamu instan racikan yang terbuat dari cacing serta rempah-rempah menjadi primadona saat ini.

Hal itu di tuturkan Sulastri (45) warga Desa Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Trenggalek, Sulastri selaku pembuat jamu tradisional saat dikonfirmasi awak media dirumahnya mengatakan penjualan jamu buatannya melonjak drastis.

“Jamu buatan saya belakangan ini ngetrend mas, karena dipercaya bisa membuat tubuh kebal dari virus korona,” kata Sulastri kepada media, Jum’at (27/8/2021).

Disampaikan Sulastri, bahan dari jamu olahannya itu berupa empon-empon. Terlihat, saat itu ada tiga jenis empot-empot yang telah dirajang dan dikeringkan, yaitu kunyit, temulawak, dan kunir putih.

Setelah itu dengan bergantian mereka mencampur empon-empon tersebut yang kemudian dihaluskan dengan mesin halus yang telah disiapkan.

“Selanjutnya, empon-empon yang telah dihaluskan tersebut disaring hingga benar-benar lembut,” ucapnya.

Setelah itu, ketika akan melakukan pengemasan campuran empon-empon yang telah halus tersebut dicampur dengan bubuk sangrai cacing yang telah disiapkan.

Memang terlihatnya simple, namun butuh berhari-hari untuk membuat jamu instan ini, apalagi dengan cuaca yang mendung dan terus turun hujan seperti saat ini.

Itu terjadi sebab dalam proses pembuatan jamu tersebut, mereka mengandalkan sinar matahari. Hal ini untuk proses pengeringan, sebab setelah dikupas dan dicuci bersih, tiga jenis empon-empon tersebut kemudian dipotong tipis-tipis yang selanjutnya direbus.

Barulah setelah direbus empon-empot tersebut dikeringkan sampai kering, dan direbus kembali juga diteruskan proses pengeringan kembali.

Aktivitas perebusan dan pengeringan tersebut beberapa kali dilakukan dengan tujuan untuk pengawet alami agar tidak berbahaya ketika dikonsumsi.

“Jadi jika sinar matahari terik, proses itu membutuhkan waktu satu minggu sebelum racikan itu digiling. Makanya jika mendung atau hujan pastinya prosesnya bisa lebih lama lagi,” katanya.

Setelah racikan empon-empon yang telah digiling, dicampur dengan bubuk dari cacing merah. Untuk proses pembuatan bubuk cacing tersebut, juga bukan perkara yang mudah.

Sebab setelah mendapatkan cacing bersih dari pengepul mereka silih bergantian langsung mengsangrainya dengan api dari kayu. Sebab jika menggunakan api dari kompor gas, akan mengurangi khasiatnya, begitu juga dengan tempat untuk sangria tersebut, menggunakan wajan dari tanah liat.

Untuk proses tersebut membutuhkan waktu sekitar 12 jam. Biasanya dimulai sekitar pukul 07.00, dan selesai sekitar pukul 19.00.
Dari situ untuk proses ini tidak bisa dilakukan sendiri, yaitu minimal dua orang.

Sebab ketika cacing dimasukan dalam wadah, harus terus diaduk agar tidak gosong. Karena itu jika salah satu dari mereka ada yang pergi ke luar kota, otomatis pembuatan jamu instan tradisional tersebut akan berhenti.

Setelah prose situ selesai, barulah proses pencampuran antara serbuk cacing dan empon-empon yang telah dihaluskan, dengan komposisi tertentu.

“Setiap kali pemasakan biasanya saya mengsangrai 20 kilogram cacing,” imbuhnya.

Sementara itu salah seorang keluarga Sulastri yang turut membantunya yakni Muryani menerangkan bahwa, dulunya perpaduan jamu instan buatannya dipesan oleh orang yang mengalami penyakit atau gejala penyakit tifus, maag, asam lambung, dan flu.

Namun ketika pandemi Covid-19 ini jamu instan buatannya tersebut banyak dipesan oleh orang-orang dengan kondisi tubuh sedikit tidak fit, karena dipercaya bisa menjaga stamina, meningkatkan imun tubuh, agar terhindar dari Covid-19.

“Karena itu saat ini permintaan jamu instan ini naik dua kali lipat lebih. Itu terlihat biasanya setiap kali membuat, jamu instan ini akan habis sekitar satu bulan, namun saat ini paling lama sekitar dua minggu,” imbuhnya.

Ditambahkannya, juga banyak masyarakat yang menjalani isolasi baik isolasi mandiri (isoman) atau yang berada di asrama covid-19 (ascov) meminta kerabatnya untuk memesan.

Sebab menurut mereka setelah meminum jamu tersebut proses kesembuhan dari covid-19 bisa semakin cepat, juga yang sebelumnya bergejala setelah meminum jamu tersebut gejala yang dialami berangsur hilang.

Selain itu juga ada yang memesankan kerabatnya, karena sakit ketika dilakukan rapid antigen, hasilnya positif. Sehingga karena takut ke rumah sakit dengan kondisi yang saat ini mereka memilih melakukan isolasi mandiri dengan minum jamu instan tersebut sebagai terapi.

“Harga jamu ini relative terjangkau yaitu Rp 10 ribu untuk tiga sachet siap minum ini banyak diminati pelanggan dari luar daerah, hingga luar pulau, seperti Sumatra dan Kalimantan,” pungkasnya. (Rudy)