Jokowi Watch: Pengadaan Barang dan Jasa di Kejagung Harus Dievaluasi

Jakarta, Nusantarapos.co.id – Proses tender pengadaan barang di Kejaksaan Agung (Kejagung) tahun 2017 hingga 2019 mendapat sorotan tajam dari lembaga swadaya masyarakat Jokowi Watch. Sejumlah proyek besar yang ditender dalam kurun waktu itu diduga beraroma persekongkolan bahkan mengarah pada praktik monopoli.

Direktur Esekutif Jokowi Watch, Tigor Doris Sitorus menyampaikan bahwa pengadaan barang tahun anggaran 2017 hingga 2019 harus mendapat evaluasi dari Jaksa Agung yang baru, ST Burhanuddin. Ia mengungkapkan hasil temuannya, bahwa proyek-proyek besar selama tiga tahun terakhir hanya dikuasai oleh beberapa perusahaan yang diduga juga dikendalikan satu atau dua orang pengusaha.

“Saya sedang melakukan pendalaman proses tender di Kejaksaaan Agung khususnya proyek yang berbau teknologi informasi, komputer dan server. Dari tahun 2017, proyek-proyek seperti selalu muncul di APBN Kejaksaan dan proses tendernya selalu dimenangkan perusahaan yang sama,” ungkap Tigor di Jakarta, Minggu (17/11).

Masih menurut Tigor proyek-proyek yang rawan persekongkolan dan monopoli selama tiga tahun ini antara lain peralatan komunikasi, proyek komputer, laptop dan printer, proyek sistem keamanan, peralatan smart security identification dan proyek mobil tahanan.

“Proyek-proyek tersebut dikuasai setidaknya lima perusahaan yang saat ini sedang kami teliti apakah dikendalikan satu orang atau lebih. Karena paket-paket pengadaan tersebut muncul di tahun anggaran 2017, 2018 dan 2019 dan pemenangnya itu hanya berputar putar di lima perusahaan yang sedang kami identifikasi,” ungkap Tigor.

Tigor mencontohkan pengadaan mobil tahanan tahun 2018 senilai Rp 80.767.087.500 dan tahun 2019 senilai Rp 99.625.537.000 dimenangkan satu perusahaan yakni PT PSP. Sama halnya dengan pengadaan komputer, laptop dan printer tahun 2018 senilai Rp 22.081.741.000 dan tahun 2019 Rp 74.757.243.000 dimenangkan satu perusahaan yakni PT MPI.

“Kami menemukan sekitar lima perusahaan yang rutin memenangkan pekerjaan yang sama di Kejaksaan Agung dari tahun 2017, 2018 dan 2019. Dan saya analisa ini bukan kebetulan, tapi ada persekongkolan tender serta upaya memonopoli proyek-proyek tertentu di Kejaksaan. Selain itu, saya menduga perusahaan-perusahaan itu dikendalikan satu atau dua orang saja. Sementara saya menemukan satu pengusaha yang berinisial S,” kata Tigor.

Tigor mengharapkan Jaksa Agung, ST Burhanuddin memberikan perhatian serius dalam pengadaan barang di lembaga yang ia pimpin. Sebab, kejaksaaan yang selama ini banyak membongkar kasus korupsi dalam pengadaan barang di lembaga lain, harus juga memberikan contoh bahwa pengadaan barang di lembaga kejaksaan sendiri bebas dari praktik kotor persekongkolan tender dan monopoli proyek yang merupakan muara dari korupsi.

“Kita menantang kejaksaan berani atau tidak membongkar borok di dalam tubuhnya sendiri,” kata Tigor.

Sementara itu ditempat terpisah, Kapuspenkum Kejagung DR Mukri mempersilahkan masyarakat mengawasi proses pengadaan barang di Kejagung. Selama ini proses pengadaan barang di lingkungan Kejaksaan Agung sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

” Sebagai diketahui , pengadaan barang dan jasa pemerintah diatur dalam Perpres nomor 15 tahun 2018, Sedangkan untuk penunjukan langsung diatur dalam pasal 38 ayat 4,” ujar Kapuspenkum dalam keterangan tertulisnya yang diterima Selasa (19/11/2019).

Pasal 38 ayat 4 Perpres nomor 16 tahun 2018 menyebutkan bahwa penunjukan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf (c) dilaksanakan untuk barang atau pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dalam keadaan tertentu.

” Keadaan tertentu yang dimaksud sesuai pasal 38 ayat 5 huruf (b) adalah barang/jasa yang bersifat rahasia untuk kepentingan negara meliputi intelejen, perlindungan saksi, penanganan presiden dan wakil presiden, mantan Presiden dan mantan wakil presiden, beserta keluarganya serta tamu negara setingkat kepala negara/kepala pemerintahan, atau barang jasa lainnya yang bersifat rahasia dengan ketentuan perundangan-undangan,” ujar Mukri.

Selain itu, kata Mukri, penunjukan langsung juga berdasarkan pada peraturan lembaga kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah (LKPP) nomor 9 tahun 2018 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa melalui Penyedia, point’ ke 3.2.1 huruf a pada ayat (2) memuat hal yang sama persis dengan pasal 38 ayat 38 ayat 5 huruf (b) Perpres nomor 16 tahun 2018.

Sebelum proyek pengadaan itu dilakukan, Kejagung telah mengajukan permohonan rekomendasi kepada LKPP. Lembaga itu kemudian mengeluarkan dua rekomendasi tentang penunjukan langsung terhadap enam proyek pengadaan tersebut. Dua rekomendasi LKPP itu adalah nomor 5214/D.4.1/05/2019 perihal tanggapan dan rekomendasi nomor 3367/D.4.1/03/2019 perihal jawaban permohonan rekomendasi.