HUKUM  

Tim Advokasi DPP AAI Siap Pertahankan Legitimasi DPP AAI Hasil Munaslub Bogor

Ketua Tim advokasi DPP AAI Ranto P. Simanjuntak, Fajar Marpaung (kedua dari kanan) bersama rekannya sedang memberikan keterangan pers terkait putusan PTUN Jakarta.

Bekasi, NUSANTARAPOS.CO.ID – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, pada 20 Juli 2023 lalu membatalkan SK Menkumham No. AHU-0001383.AH.01.08 Tahun 2022 tentang Persetujuan Perubahan Angaran Dasar Perkumpulan Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Officium Nobile tentang pengesahan AAI yang diketuai oleh Ranto P. Simanjuntak.

Dengan putusan PTUN tersebut menyatakan ketua umum AAI yang sah adalah Palmer Situmorang (Penggugat), yang telah melakukan pengajuan gugatan tata usaha negara No.441/G/2022/PTUN.JKT tertanggal 15 Desember 2022.

Tim advokasi DPP AAI yang diketuai Ranto P. Simanjuntak pada 27 Juli 2023 lalu, telah mendaftarkan permohonan banding ke PTUN Jakarta melalui kepaniteraan PTUN Jakarta.

Ketua Tim advokasi DPP AAI Ranto P. Simanjuntak, Fajar Marpaung menjelaskan majelis hakim tingkat pertama tidak mempertimbangkan kedudukan hukum Palmer Situmorang yang mengklaim sebagai ketua umum AAI Officium Nobile melalui deklarasi secara sepihak pada 12 Februari lalu saat Munas AAI di Bandung.

“Padahal, Munas tersebut ditunda sebagaimana pernyataan penundaan yang dibacakan oleh Efran Helmi Juni yang pada saat itu menjabat selaku Sekjen AAI periode 2015-2020,” kata Fajar Marpaung, kepada wartawan usai pelantikan DPC AAI Kota Bekasi di Graha Hartika, Bekasi, Jumat (28/7/2023).

Harusnya, menurut Fajar, majelis hakim mempertimbangkan mengenai kedudukan hukum Palmer Situmorang yang mengklaim sebagai ketua umum AAI Officium Nobile melalui deklarasi sepihak tersebut. Yang mana tanpa melalui mekanisme Munas atau Munaslub sesuai AD/ART AAI.

“Berdasarkan fakta adanya pelanggaran AD/ART AAI yang dilakukan Palmer Situmorang, maka seharusnya sejak gugatan diperiksa dalam Dismissal Proses PTUN, majelis hakim sepatutnya menolak gugatan tersebut,” ungkapnya.

“Dikarenakan dalam akta pengangkatan Palmer Situmorang tersebut jelas tertulis deklarasi. Dimana deklarasi tidak dikenal dalam AD/ART AAI,” imbuh Fajar.

Walaupun belum ada permohonan pembatalan SK Dirjen AHU Kemenkumham terhadap AAI versi Palmer Situmorang, namun seharusnya kata dia, majelis hakim harus berani menyatakan bahwa kedudukan hukum penggugat tidak layak.

“Atau tidak sesuai dengan norma-norma hukum yang tercantum dalam anggaran dasar AAI, yang mana mekanisme pergantian ketua umum hanya melalui munas dan munaslub. Bukan melalui deklarasi sepihak seperti yang diajukan oleh Palmer Situmorang,” tegasnya.

Maka untuk itu, masih Fajar, putusan PTUN tersebut harus dilawan melalui upaya hukum banding. Karena, katanya apalagi jika tidak dilakukan akan menjadi preseden buruk bagi organisasi-organisasi Advokat.

“Karena, bisa saja setiap orang memiliki nafsu kekuasaan dapat menggunakan mekanisme deklarasi untuk melegalkan sebagai pimpinan organisasi advokat,” ujarnya.

Dia mengungkapkan, bahwa telah tepat berdasarkan hukum pelaksanaan mekanisme munaslub yang dilakukan DPC-DPC AAI untuk memilih ketua umum AAI yang baru di Bogor, 18-19 Juni 2022 lalu dalam rangka mengisi kekosongan pimpinan DPP AAI yang telah habis masa jabatannya tahun 2020 lalu.

“Mengingat pada Rapimnas AAI yang diadakan Desember 2021 lalu hanya memberikan wewenang kepada ketua umum AAI 2015-2022 untuk mengadakan Munas AAI di Bandung secara Hybrid tanggal 11-12 Februari lalu. Namun, kemudian ditunda pelaksanaan Munas Bandung tersebut secara resmi oleh Sekjen AAI saat itu,” paparnya.

Lanjut dia, dikarenakan Munas AAI yang ditunda, kemudian tidak adanya rapimnas berikutnya untuk memberi kewenangan lanjutan kepada Ismak sebagai ketua umum AAI 2015-2020 untuk menyelenggarakan Munas lanjutan.

Maka, saat itu terjadi kekosongan pimpinan AAI, itulah yang menjadi dasar DPC-DPC AAI mengadakan munaslub di Bogor. Kemudian, terpilih Ranto P. Simanjuntak sebagai ketua umum AAI 2022-2027.

Fajar menambahkan, selain itu terkait dengan jangka waktu pengajuan gugatan terhadap perkara itu, menurutnya sudah melampaui jangka waktu 90 hari. Sebagaimana yang ditentukan peraturan perundang-undangan yang tertuang dalam pasal 55 UU Peratun jo Sema No.3 tahun 2015 tentang jangka waktu pengajuan gugatan ke PTUN oleh pihak ketiga yang tidak setuju oleh surat keputusan Tata Usaha Negara.

“Terhadap eksepsi tenggang waktu yang telah kamu ajukan didalam jawaban kami selaku Tergugat II Intervensi III faktanya telah ditolak oleh majelis hakim. Dengan pertimbangan hukum yang menurut kami bertentangan antara dasar hukum yang dimuat dalam putusan dengan amar putusannya,” pungkas Fajar.