JAKARTA,NUSANTARAPOS, – Aturan sistem kuota pengajuan PLTS atap harus diperjelas. Menurut Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto bahwa aturan yang dibuat pemerintah bagaimanapun harus tetap mendukung pertumbuhan Energi Baru Terbarukan (EBT).
Mulyanto meminta pemerintah kembali membuka dialog dengan stakeholder lainnya guna membahas pertumbuhan PLTS atap. Dalam siarannya hari ini.
Menurutnya, aturan yang ada jangan sampai malah menghambat target bauran energi terbarukan yang telah ditetapkan.
“Jadi bagaimana titik tengahnya agar PLN nggak terganggu, sementara juga minat swasta atau rumah memasang itu juga tetap tumbuh, nah itu yang harus didialogkan,” ucapnya.
Salah satu cara tercepat mendorong pertumbuhan EBT dengan menggunakan PLTS atap. Namun, revisi Permen ESDM nomor 26 tahun 2021 merubah sejumlah ketentuan dalam perizinan memasang PLTS atap.
Di antara yang sering mendapat sorotan adalah penerapan sistem kuota dan peniadaan ekspor listrik.
Mulyanto mengatakan, peniadaan ekspor listrik dilakukan lantaran PLN tengah mengalami surplus listrik.
“Apabila PLN diharuskan membayar kelebihan listrik dari publik maka akan semakin membebani keuangan perusahaan plat merah tersebut, seluruh stakeholder disarankan untuk mencari jalan keluar bersama,” ucapnya.
“Ekspor itu kan masuk ke dalam grid (jaringan PLN), nah intinya itu bagian dari negosiasi,” ujanya.
Mulyanto pesimistis target bauran energi terbarukan 23 persen pada 2025 dapat tercapai dengan melihat kondisi saat ini. Namun, dia berpendapat bahwa secara perlahan masyarakat dan pemerintah nantinya akan beralih ke pasokan energi bersih.
“Nggak secepat yang kita harapkan secara teoritis kalau saya melihatnya,” imbuhnya.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Herman Darnel Ibrahim menyarankan pemerintah untuk membuat aturan yang mendukung perkembangan PLTS atap. Hal ini mengingat PLTS atap merupakan cara tercepat untuk mencapai target bauran energi terbarukan.
Herman mengatakan, keberadaan PLTS sudah seharusnya dimaksimalkan agar target bauran energi tersebut bisa dicapai. A56rtinya, perkembangan PLTS menjadi hal penting yang harus diperhatikan.
“Nah pemaksimalannya itu akan bisa dilihat bagaimana peraturan yang mendorong PLTS, karena PLTS itu paling mudah dan sekarang sudah murah dan banyak bisa melibatkan baik industri maupun perorangan,” ucapnya.
Coal Advocacy Manager Center of Economic and Law Studies (Celios) Wishnu Try Utomo mengatakan, kompleksnya perizinan pembangunan PLTS atap menimbulkan ambiguitas terkait komitmen pemerintah akan net zero emission.
Menurutnya, pemerintah harus mau mengimplementasikan regulasi yang dapat memicu peningkatan pasar EBT.
Bauran energi terbarukan terhitung pada 2021 tidak pernah mencapai target tahunan. Pada tahun tersebut bauran energi terbarukan hanya terealisasi 12,2 persen dari target 14,5 persen.
Tahun berikutnya pada 2022, target bauran energi terbarukan juga tidak mencapai target. Target bauran energi terbarukan 15,7 persen hanya mampu dicapai 14,11 persen.
Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Yudo Dwinanda menilai, revisi Permen Nomor 26 akan memberikan keuntungan lebih baik apabila kapasitas PLTS atap yang dipasang disesuaikan dengan kebutuhan beban pelanggan di siang hari.
Sambungnya, pelanggan sektor industri pun mendapatkan keuntungan lebih dalam hal penghapusan biaya kapasitas. Revisi juga mengamanahkan pemegang IUPTLU menyusun kuota pengembangan PLTS atap untuk jangka waktu lima tahun yang dirinci untuk setiap tahun.
“Usulan kuota ini akan dievaluasi terlebih dahulu oleh Dirjen EBTKE dan Dirjen Ketenagalistrikan, sebelum ditetapkan,” tuturnya.
Dijelaskannya, nantinya para pemegang IUPTLU dapat mengusulkan perubahan kuota pengembangan PLTS sesuai dengan kondisi sistem. Sedangkan, permohonan pembuatan PLTS atap dapat dilakukan pada Januari dan Juli untuk memastikan bahwa pelaksanaan program PLTS atap dapat berjalan dengan baik.
Pemerintah telah membangun aplikasi pelayanan dan pelaporan terintegrasi sistem PLTS atap. Aplikasi terintegrasi dengan sistem yang dibangun oleh PLN agar Dirjen EBTKE dapat memonitor kuota pengembangan, status permohonan sistem dan memantau pelaporan pelaksanaan PLTS atap oleh pelanggan PLN. (Guffe)