Kasus Penggelapan Saham Blue Bird Dinilai Lambat, Mintarsih Buka Suara

Jakarta, Nusantarapos – Mantan direktur PT Blue Bird Taxi, Mintarsih Abdul Latief menyayangkan perihal lambatnya penyelidikan kasus penggelapan sahamnya di Blue Bird. Padahal, kasus tersebut telah dilaporkan ke Mabes Polri sejak Agustus 2023 lalu.

“Kabar dari Mabes pertama mentoknya di penyidik pertama sakit mata, penyidik kedua tugas di Papua sekarang. Tidak tahu apakah dipindah ke penyidik ke tiga atau bagaimana, ” ungkap Mintarsih yang dijumpai Nusantarapos di rumahnya bilangan Warung Jati, Jakarta Selatan, Rabu (17/1/2024).

Bahkan hingga saat ini, terlapor yakni Purnomo Prawiro juga belum dipanggil oleh pihak penyidik. Purnomo bahkan dikabarkan sedang berada di luar negeri.

Selain Purnomo, sederet nama pemegang saham lain juga dilaporkan, antara lain Gunawan Surjo Wibowo, Sri Ayati Purnomo, Sri Adriyani Lestari, Adrianti Djokosoetono, Kresna Priawan, Sigit Priawan, Bayu Priawan dan Indra Priawan.

“Sangat banyak riwayat kelam dari pemegang saham, sangat banyak dan disini ada foto-foto terlapor yang belum dipanggil. Seharusnya Purnomo dipanggil, ” jelasnya.

Dalam riwayatnya, PT Blue Bird Taxi didirikan oleh empat keluarga pada tahun 1971. Satu per satu melepas sahamnya pada tahun 1983 dan 1991. Dan pada akhirnya, Blue Bird hanya dikuasai oleh dua orang dalam satu keluarga, yakni Chandra Djokosoetono (Kakak Mintarsih) dan Purnomo Prawiro (Adik Mintarsih) beserta putra-putrinya.

Hingga kini, perseteruan Mintarsih dan keluarganya terus berlanjut. Selain dugaan penghilangan saham, Kata Mintarsih, dua keponakannya yaitu Bayu Priawan (anak ketiga dari Chandra) dan Adrianto (anak kedua dari Purnomo) malah meminta seluruh gaji yang pernah dibayarkan Blue Bird kepada Mintarsih dikembalikan melalui prosedur Pengadilan pada tahap Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung pada tahun 2023.

“Anak kedua dari Purnomo dan anak ketiga dari Chandra menuntut saya harus mengembalikan gaji yang telah diberikan, ” paparnya lagi.

Namun Mintarsih tak akan tinggal diam. Wanita yang berprofesi sebagai psikiatri ini akan terus memperjuangkan kasusnya di Mabes Polri. Apalagi dia mengaku memiliki banyak bukti dari ketidakadilan yang menimpanya sebagai pemegang saham di PT Blue Bird Taxi.

“Disini saya kumpulkan beberapa yang ada dan buktinya cukup banyak, ” tandasnya.

Diketahui, pada tahun 1971 Mintarsih bersama dua saudara kandungnya yakni Chandra Djokosoetono dan Purnomo Prawiro mendirikan CV Lestiani yang merupakan salah satu pemegang saham di PT Blue Bird Taxi. Pada Desember 2001, terjadi pembuatan akta notaris oleh dua saudara kandungnya tersebut yang dilakukan tanpa melibatkan Mintarsih, tanda tangan pelepasan saham dan juga tanpa bayar. Akta ini lalu menghilangkan 15 % saham milik Mintarsih di PT Blue Bird Taxi.

“Saya punya saham pribadi 15 persen di Blue Bird taxi. Saya mundur (dari Direksi) kenapa harta saya dihilangkan? Harta tidak ada hubungannya dengan jabatan, ” tegas Mintarsih. (Arie)