Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Mahkamah Agung (MA) pada Selasa kemarin, 8 Agustus 2023 memutuskan untuk mengubah putusan terhadap Ferdy Sambo tingkat kasasi.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi menyatakan bahwa majelis hakim agung memutuskan mengubah vonis terhadap Sambo dari hukuman mati menjadi pidana penjara seumur hidup.
“Pidana penjara seumur hidup,” kata Sobandi dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta, Selasa (8/8/2023).
Sobandi mengatakan, majelis hakim agung menolak kasasi penuntut umum dan terdakwa dengan perbaikan kualifikasi tindak pidana dan pidana yang dijatuhkan.
Keputusan tersebut diputus dalam sidang tertutup dengan Suhadi selaku ketua majelis; Suharto selaku anggota majelis 1; Jupriyadi selaku anggota majelis 2; Desnayeti selaku anggota majelis 3; dan Yohanes Priyana selaku anggota majelis 4.
Sementara itu dihubungi secara terpisah, praktisi hukum C. Suhadi menilai keputusan MA terhadap hukuman Ferdy Sambo menjadi preseden yang tidak baik untuk penegakan hukum, dan wibawa pengadilan di Pertanyakan mengingat kasus ini sangat menjadi perhatian masyarakat, sampai Presiden turun tangan.
MA katanya, seolah-olah menampikkan hasil kerja dibawahnya yaitu putusan PN Jakarta Selatan yang memvonis Ferdy Sambo dengan pidana mati.
“Dengan putusan (MA) itu, masyarakat yang dari awal mengamati kasus tersebut, tercederai rasa keadilan, dan rasa ketidakpuasannya,” ungkap C. Suhadi saat dihubungi melalui telepon seluler, Kamis (10/8/2023).
Dia menegaskan, keputusan itu sangat melukai rasa keadilan, karena pembunuhan yang dilakukan secara biadab dan keji tidak dapat disangkal oleh pelaku (Ferdy Sambo) yang juga atasan Korban,” ungkapnya.
“Selain itu Kasus ini juga telah menjadi perhatian masyarakat luas. Juga pada saat pembunuhan itu terjadi banyak rekayasa yang menurut saya ini adalah satu rangkaian yang luar biasa jahatnya, antara lain mayat disembunyikan sejak kejadian dan kematian Korban tidak diakui dibunuh oleh Pelaku,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Suhadi, Ferdy Sambo itu penegak hukum di kesatuannya, dimana kedudukannya pada peristiwa terjadi sebagai Kadiv Propam di Mabes Polri. Dan yang lebih konyol dalam rangka menghilangkan jejak pelaku membuat alibi dan menghilangkan alat bukti, sehingga runtutan dari kejadian ini masuk Extraordinary Crime, atau kejahatan yang luar biasa, masa kejahatan yang demikian parah ada alasan pemaaf dengan mengkoorting putusan, dimana hati nuraninya.
“Saya justru takut, Sambo akan ajukan PK dan nanti MA akan memberi korting lagi, begitu seterusnya. Terus mau jadi apa Mahkamah Agung,” tanyanya.
“Kalau melihat seperti ini, Mahkamah Agung bukan lagi lembaga yang dapat diharapkan dalam mengawal penegakan hukum, kita hanya pasrah saja,” pungkasnya.